Bab 154
Dengan penuh emosi dia ingin membantahnya tetapi Nara melihat Alina mengibaskan tangan kepadanya.
Kemudian Nara menghela nafas. Dia mengerti dengan maksud Alina.
Jika hal ini di tolak mentah – mentah, Rebecca pasti akan membuat masalah yang tak ada habisnya di rumahnya dan keluarga mereka tak akan bisa tenang.
Setelah memikirkannya sejenak lalu Nara berkata, “Tante, masalah ini tidak bisa buru – buru.”
“Beberapa hari ini aku akan memperhatikannya lalu baru memberimu jawabannya bagaimana?”
Rebecca tampak cemberut: “Masa masalah sepele seperti ini saja perlu waktu dua hari?”
“Kau ini kan direktur perusahaan, gimana sih?”
“Masa mengangkat seorang manajer umum saja kau tak bisa? Sebenarnya kau memiliki kekuasaan atau tidak?”
Jonathan melambaikan tangannya dan berkata, “Aihh, menurutku, kau ini kurang berani. Kau sama sekali tak dapat dibandingkan dengan Nadine–ku.”
“Kita semua masih keluarga sendiri tetapi meminta kau melakukan sesuatu saja terlalu berbelit – belit.”
“Kalau masalah ini dibalik, semisal Nadine–ku yang menjadi direktur dan kau datang untuk memohon sebuah posisi, kau lihat bagaimana Nadine–ku akan memperlakukanmu!”
“Bukankah hanya perlu satu ucapan saja darinya untuk mengangkatmu menjadi seorang manajer umum?”
“Hehh, bila dilihat kemampuanmu yang seperti ini kurasa cepat atau lambat perusahaanmu pasti akan hancur ditanganmu.”
Saat Nara mendengar ucapannya dia hampir menjadi gila. Dalam benaknya dia berkata: jika menuruti ucapannya bukankah lebih baik Nadine saja yang menjadi direktur?
Apakah dia sama sekali tidak paham dengan kemampuan putrinya sendiri?
Jika dia memang benar–benar mampu lalu untuk apa dia datang kesini untuk
mencari pekerjaan?
Sambil menggertakkan giginya Nara berkata dengan serius, “Tante, aku juga baru saja menjadi direktur.”
“Ada banyak hal di perusahaan yang belum aku pahami sementara ini. Jadi aku butuh waktu untuk mengaturnya.”
Rebecca tampak cemberut dan berkata: “Tidak apa–apa, kita semua masih satu keluarga. Aku akan memberimu waktu satu hari.”
“Besok malam di waktu yang sama aku sudah harus mendapatkan jawabannya, paham?”
Nada suaranya, sikapnya ini apakah seperti orang yang datang untuk meminta dan memohon bantuan?
“Reva, aku tidak menyangka kau cerdas juga ternyata.”
Reva mengangguk sambil tersenyum: “Ayo, mari aku akan membawamu ke sana.”
Ketiganya langsung berjalan keluar dan Nara mengikuti dari belakang kemudian menyerahkan dompetnya kepada Reva.
Reva mengibaskan tangannya: “Tidak perlu.”
Nara tampak terkejut: “Tidak perlu? Memangnya kau punya uang?”
Reva tersenyum dengan ringan dan berkata: “Serahkan saja padaku.”
Setelah berjalan keluar dari ruangan, Reva menelepon Tiger dan memintanya untuk membooking hotel itu.
Sepuluh menit kemudian, Reva mengantar Jonathan dan yang lainnya ke lobby depan hotel bintang lima.
Dia juga sengaja mengantar mereka bertiga sampai ke kamarnya di lantai atas. Dan sebelum pergi, Reva sengaja menepuk sebentar tempat tidur itu dan menjentikkan sedikit bedak di tempat tidurnya.
Ini adalah obat baru yang telah dipersiapkan oleh Reva. Malam ini Jonathan dan yang lainnya tidak akan dapat tidur dengan nyenyak.
Hotel bintang lima, heh, kalian pikir bisa nyaman menginap disini?
Comments
The readers' comments on the novel: Menantu Dewa Obat